Rabu, 18 Januari 2012

Kapuskom Kemhan: Media Jangan Terlalu Vulgar Memberitakan Kondisi Alutsista TNI

KEINGINAN Markas Besar TNI Angkatan Darat (Mabesad) untuk segera memodernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) nampaknya bakal terseok-seok. Kementerian Pertahanan harus berjuang keras untuk menghadapi DPR guna memuluskan langkah itu.

Apalagi, komisi pertahanan dengan tegas menyatakan menolak pembelian tank Leopard 2A6 buatan Jerman, yang dianggap tidak cocok dengan wilayah geografi di Indonesia.

“Tank canggih dengan berat beban 63 ton dirasakan tidak cocok untuk manuver di wilayah geografis Indonesia yang berbukti, gempur bahkan berawa,” kata Wakil Ketua komisi pertahanan DPR Tubagus Hasanuddin kepada okezone.

Sehingga, menurut TB Hasanuddin, tank Leopard bekas negara Balanda itu kurang taktis untuk sistem pertahanan pulau-pulau seperti di Indonesia.

Alasan penolakan lain adalah, Kemenhan dianggap belum menyampaikan secara resmi mengenai rencana pembelian tank Leopard ini. Dua alasan itulah mengapa DPR hingga kini belum menyetujui rencana pengadaan tank Leopard untuk TNI AD.

Penolakan itu, dinilai pengamat Militer Universitas Parahyangan, Anak Agung Banyu Perwita masuk akal. Hal itu lantaran memang tank Leopard tidak cocok digunakan di Indonesia.

Menurut dia, Indonesia memiliki topografi dataran yang berbeda dibandingkan negara-negara yang lebih dulu menggunakan kendaraan lapis baja tersebut.

Banyu Perwita mengatakan Indonesia memiliki lebih banyak medan berbukit dan cenderung berdataran tinggi. Sedangkan tank Leopard didesain untuk digunakan di wilayah berdataran rendah.

“Kalaupun punya, tank di Indonesia harus kecil, biar mobilitasnya tinggi” Kata banyu Perwita saat dihubungi Okezone.

Bukan hanya itu, tank Leopard dianggap memiliki teknologi yang sudah usang dibandingkan tank-tank keluaran terbaru. “Jadi agak ketinggalan. Harga juga lebih mahal,” kata dia.

Pemerintah Blunder

Sebabnya, Banyu Perwita menilai ada kejanggalan di balik rencana pengadaan tank Leopard. Sebab, Departemen pertahanan sebelumnya tidak pernah mengajukan rencana anggaran mengadakan tank tersebut. “Ini aneh. Bisa blunder buat Dephan,” ungkap Banyu Perwita.

Banyu menjelaskan kehadiran tank Leopard tidak terlalu penting jika digunakan di Jawa atau Sumatera. Fungsinya di Indonesia akan menjadi maksimal apabila digunakan di daerah perbatasan seperti Kalimantan atau Papua. “Tapi, dalam 10 sampai 15 tahun ke depan, saya pikir Indonesia tidak perlu penambahan tank,” jelas dia.

Menurut Banyu, justru yang perlu dibenahi dalam sistem pertahanan Indonesia adalah memperbaiki sistem pertahanan udara dan laut.

Ia menjelaskan, udara dan laut memiliki peran sentral dalam perang modern. “Harus ada penguatan radar sistem udara dan laut. Indonesia harus punya pesawat dan kapal pencegah yang kuat,” tutur Banyu.

Namun, Indonesia mengakui sistem persenjataan dan pertahanan Indonesia masih kalah jauh dibandingkan negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia. “Dari sisi teknologi banyak kalah. Kita masih sangat tertinggal di laut dan udara,” ungkapnya.

Media Tak Vulgar

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kapuskom Publik Kemhan) Brigjen TNI Hartind Asrin mengatakan, sebaiknya media tidak lagi terlalu vulgar mengungkap kondisi alutsista TNI.

Bahkan sudah ditegaskan oleh Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI), meminta media massa di Indonesia, cetak maupun elektronik untuk tidak berlebihan mempublikasikan setiap pemberitaan yang menyangkut alutsista Indonesia.


Mengapa TNI perlu merahasiakan segala yang terjadi terhadap alutsista TNI terhadap dunia asing, itu sangat berpengruh sekali, dan akan mengancam kedaulatan NKRI. Karena itulah, bila kondisinya dipublikasikan secara terbuka dengan alasan tranparansi dan akuntabilitas, tentu yang paling diuntungkan justru calon musuh bangsa Indonesia.

Bahkan, kata Hartin Asrin, hal itu jelas diatur dalam UU KIP pasal 17, dimana TNI jelas tidak mengkategorikan informasi mengenai anggaran pertahanan negara atau informasi tentang kondisi alutsista TNI sebagai rahasia negara, tetapi menyebutnya informasi publik yang dikecualikan. 

Juga tidak mengatakan institusi TNI sebagai lembaga rahasia atau lembaga yang dikecualikan untuk membuka informasi publik.

Landasan hukum mengecualikan informasi pertahanan dan keamanan negara untuk dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik sangat jelas tercantum pada Pasal 17 Huruf C, yakni,

1. Informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri.

2. Dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi.

3. Jumlah, komposisi, disposisi atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya.

4. Gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer.

5. Data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan NKRI dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia.

6. Sistem persandian negara; dan/atau

7. Sistem intelijen negara.

Pasal 17 Huruf C Angka 1 juga dilengkapi penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan “Informasi yang terkait dengan sistem pertahanan dan keamanan negara”, yaitu :

1. Infrastruktur pertahanan pada kerawanan sistem komunikasi strategis pertahanan, sistem pendukung strategis pertahanan, pusat pemandu, dan pengendali operasi militer.

2. Gelar operasi militer pada perencanaan operasi militer, komando dan kendali operasi militer, kemampuan operasi satuan militer yang digelar, misi taktis operasi militer, gelar taktis operasi militer, tahapan dan waktu gelar taktis operasi militer, titik-titik kerawanan gelar militer, dan kemampuan, kerawanan, lokasi serta analisis kondisi fisik dan moral musuh.

3. Sistem persenjataan pada spesifikasi teknis operasional alat persenjataan militer, kinerja dan kapabilitas teknis operasional alat persenjataan militer, kerawanan sistem persenjataan militer, serta rancang bangun dan purwarupa persenjataan militer.

“Jadi, bila ada pejabat tni atau pemerintah sengaja mengumbar alutsista maka pejabat yang bersangkutan akan dikenai sanksi tegas,” tutur Hartind Asrin kepada okezone.


Sumber : http://suar.okezone.com/read/2012/01...tank-leopard-2
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=12618069

Tidak ada komentar:

Posting Komentar